Perkataan RA Kartini yang terkenal, “Aku Mau”, ternyata network marketing adalah denyut nadinya. Di bisnis jaringan, perempuan diberikan kesempatan merubah hidupnya, jauh dari situasi diskriminasi dan sulitnya membagi waktu yang seringkali dialami perempuan karir yang bekerja di kantor.
Seandainya Raden Ajeng Kartini masih hidup, bisa jadi perempuan asal Jepara, Jawa tengah itu, memberikan restunya pada network marketing (bisnis jaringan). Dan mungkin Ia juga akan merekomendasikan agar semua perempuan Indonesia terjun ke BISNIS JARINGAN.
Penyebabnya, semangat keseteraan gender yang diperjuangkannnya senafas dengan network marketing.
Sebagai gambaran, lihat saja sebuah buku yang mengupas pemikiran RA Kartini, yang berjudul “Aku Mau“. Buku tersebut diterbitkan dari surat menyurat Kartini kepada sahabatnya di Belanda, Estelle Zeehanderlaar, seorang perempuan yang memberi pengaruh kuat secara ideologis kepada pemikiran Kartini. Dalam sebuah suratnya kepada Stella, 13 Januari 1900, Kartini antara lain menulis begini: “kau tahu mottoku? “Aku Mau“. Dua kata itu telah membawaku melewati gunung kesulitan. Aku tak mau menyerah, aku mau melewati gunung itu.”
Dalam dunia BISNIS JARINGAN, semangat “Aku Mau” tadi merupakan denyut nadi , yang dalam implementasinya selalu disosialisasikan kepada setiap perempuan. Mengapa? karena perkataan “Aku Mau” bukan hanya sekedar kata-kata yang hilang begitu saja setelah diucapkan, tetapi suatu tekad yang harus diwujudkan demi masa depan yang lebih baik. Dalam bahasa network marketing, “Aku Mau” adalah sebuah impian yang harus di-afirmasi setiap hari.
Dan yang luar biasa, praktek “Aku Mau” dalam dunia Bisnis Jaringan, sangat cocok dengan semangat perjuangan RA kartini untuk memberdayakan kaum perempuan pada masa itu. Maklumlah, di bisnis yang akrab dengan sebutan pemasaran jaringan ini, jauh dari diskriminasi dan senafas dengan semangat emansipasi. Hal ini dapat terjadi karena setiap pelaku di BISNIS JARINGAN, baik pria maupun wanita, memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam mencapai kesuksesan, tanpa melihat status pendidikan, modal yang dimiliki, ataupun latar belakang keluarga. Jadi, tidak ada perbedaan, seperti yang terjadi dalam pekerjaan formal lainnya.
Dalam dunia network marketing, “Aku Mau” yang adalah semangat RA kartini dapat dimiliki setiap perempuan, asalkan punya kemauan, pantang menyerah dan mau berusaha. Sementara fleksibelnya waktu yang ditawarkan bisnis jarigan ini, membuat perempuan tidak dipusingkan membagi waktu urusan kantor dan rumahangga, hal yang menjadi kendala perempuan selama ini. Dengan demikian, peran “Ratu Rumah Tangga” tak terabaikan gara-gara karir yang ingin diraih. Disisi lain, income yang dihasilkan dari bisnis ini juga tanpa batas, Sky is the limit!.
Sebagai bukti, tengok saja Ferawati Hartono (Fei Fei). Kiprahnya di dunia marketing Tianshi membuat banyak orang terbelalak. Masklumlah, Ibu muda dua anak ini, mampu meraih penghargaan yang disiapkan oleh perusahaan Tianshi, yakni: Mobil BMW, Yacht (kapal pesiar), pesawat terbang dan villa mewah. Belum lagi bonus per bulan, ditambah share international, membuat isi rekeningnya bertambah-tambah saja.
“Saya pikir, network marketing itu sangat cocok untuk perempuan. Maklumlah, perempuan itu lebih banyak ‘bercerita’ dibanding pria,” ujar Fei Fei tesenyum. Selain itu, dalam hal “bercerita”, perempuan lebih banyak sarananya, seperti arisan, mengantar anak, tempat fitness, shoping atau pun berbelanja dan sebagainya. “Nah, daripada ceritanya ngalar ngidul, khan lebih baik cerita bisnis, sehingga waktu tidak terbuang percuma,” jelas Fei Fei yang juga alumnus Teknik Industri Universitas Parahiyangan, Bandung, Jawa Barat.
Selain kondisi finansial yang semakin baik, Fei Fei mengaku banyak memperoleh hal positif melalui bisnis jaringan, seperti pengembanagn kepribadian. Misalnya, hal bertemu orang lain, berani berbicara didepan umum, kepercayaan diri meningkat, mengatur waktu dan lain sebagainya. “Padahal dulu saya kurang pede lho. Makanya lebih baik menghindar bertemu orang,” ungkapnya tertawa.
Di Tianshi sendiri, selain Fei Fei, masih banyak perempuan yang menorehkan prestasi, seperti bonus BMW. Adaibu rumah tangga, singel parent, mahasiswi, istri pengusaha, mantan perempuan karir, professional dan sebagainya. Bahakan ada juga yang berprofesi dokter yang terjun ke bisnis ini.
Selain perempuan-perempuan yang berprestasi di Tianshi, juga ada perempuan yang sukses di perusahaan network marketing lainnya, ambil contoh Oriflame, perusahaan network marketing yang produk utamanya berupa produk kecantikan, dimana memang sebagian besar membernya adalah wanita. Contohnya Cynthia Venika. Wanita asal bangka, Sumatera Selatan ini merupakan orang pertama Oriflame Indonesia dan Asia yang mencapai Executive Director, Sekaligus peringkat ke-7 terbaik di seluruh dunia.
“Saya bahagia karena bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang dan menjadi yang terbaik di usia muda merupakan lembaran emas dalam kehidupan saya,” ujar Cynthia, yang melalui Oriflame memiliki rumah, mobil, apartemen dan wisata ke luar negeri. Ia yakin, semua ini tidak akan diperoleh jika mengandalkan gaji per bulan selaku karyawati di perusahaan swasta.
Sikap yang sama, juga diperlihatkan oleh Een Sugiarsih, rekan sejawat Cynthia di Oriflame. Ia berani meninggalkan atribut selaku karyawati supermarket terkemuka di kawasan jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Ternyata, sikapnya tersebut tidak keliru. Buktinya, setelah 14 tahun berkecimpung di network marketing kosmetik asal swedia itu, peringkat yang diperolehnya adalah Double Diamond Director, satu peringkat di bawah Cynthia.
Sebagai “orang nomor” dua, Een, demikian sapaan akrab ibu tiga anak ini, berhak menerima cash award Rp 70 juta, liontin, pin emas, dan wisata ke luar negeri seperti singapura, Hongkong, Bangkok, Beijing, Brazil, New Zealand, Paris, Tokyo, Moskow, Malaysia, Afrika dan Shanghai.
Een tidak menampik, walau ditinjau dari sudut waktu kaum perempuan memiliki nilai plus dibisnis ini, tetap saja bukan jaminan untuk mencapai kesuksesan. Tidak semata-mata kerja keras, tetapi juga harus pintar, khususnya bagaimana duplikasi berjalan dengan baik.
Disinilah, seperti diingatkan Fei Fei tadi, peran training sangat dibutuhkan dalam mengubah sikap dan mental dalam menjalankan bisnis ini. “Tanpa sikap yang positif, wah kita akan sulit membangun jaringan. Kita akan sulit melakukan pendekatan dengan prospek,” jelas Fei Fei, seraya menyebut keberhasilannya tidak lepas dari 7 langkah yang merupakan “trade mark” duplikasi seluruh member Tianshi di Tanah Air.
Fei fei menilai, dekatnya network marketing dengan perempuan — baik soal produk ataupun konsep bisnisnya, seyogianya membuat perempuan eling punya penghasilan. Atau setidaknya, dapat mengurangi beban suami dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang biayanya terus membengkak naik. Belum lagi kebutuhan pendidikan anak-anak. Jadi tidak bisa sepenuhnya beban di pundak suami.
“Jujur saja, saya suka duit, walaupun kita sadari uang bukanlah segala-galanya. Tapi, harus kita ketahui, segala-galanya tidak akan bisa tanpa uang,” ujar Fei Fei. Lagi-lagi, istri jutawan leader kondang Tianshi, Louis Tendean, meyakinkan bahwa network marketing memberikan akses luar biasa pada perempuan dalam merubah hidup, baik soal income atau pengembangan diri. Akses ini, bukan melulu hanya karena network marketing modalnya relatif kecil, tetapi konsep bisnisnya yang mencetak kemandirian, jauh dari diskriminasi dan memberdayakan perempuan dalam menyanggah perekonomian keluarga.
Cerita Dr Erni Hermijanti, M.Kes, mungkin dapat menjadi renungan. Ia menyebut rekan sejawatnya sesama dokter yang terbilang sukses. Temannya itu punya 5 mobil, 3 rumah, tiap tahun pergi ke luar negeri beserta keluarga, dan sebagainya. Tidak diduga musibah datang.
Temannya itu kena stroke, hingga dirawat berbulan-bulan di ruang ICU (Intensive Care Unit) di Rumah Sakit. “Semua hartanya ludes untuk membayar perawatan rumah sakit. Saya benar-benar miris melihatnya,” ujarnya. Dan bukan hanya ludes, istri rekannya itu meminta bantuan kepada sejawat suaminya. Erni mengaku tak habis pikir, kenapa bisa terjadi begitu? “Apa teman saya tidak punya asuransi, atau lupa kepada aturan-aturan asuransi,” lanjutnya.
Persoalan akhirnya terjawab, setelah Erni - demikian sapaan akrabnya, membaca buku Rich Dad’s Poor Dad’s dan Cashflow Quadrant, karya pakar kebebasan finansial, Robert T. Kiyosaki. Di buku tersebut, profesi yang ditekuninya sampai saat ini, ternyata masih masuk kelompok kuadran kiri, alias self employee, dimana penghasilan ditentukan oleh diri sendiri. Walhasil, walau menggeluti dua profesi sekaligus, –dokter dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, tidak membuatnya alergi dengan network marketing. Terbukti, Erni memperoleh BMW, sekaligus leader kondang di Goodway International Network.
Erni, Fei Fei, Cynthia dan perempuan lainnya yakin networker-networker perempuan akan terus bermunculan. Alasannya, lagi-lagi selain dekat dengan perempuan, bisnis inipun dapat mewujudkan “Aku Mau”-nya Kartini dalam memberdayakan perempuan, khususnya dalam soal menyanggah perekonomian keluarga. Apalagi krisis ekonomi negeri ini belum sepenuhnya pulih, sekarang datang krisis global. Jadi, ibarat sedia payung sebelum hujan, tak ada salahnya perempuan menjadi entrepreneur networker, sebelum “monster” Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) “mendatangi” suami. (Tim)
Sumber: Artikel Bisnis Plus tahun 2006
No comments:
Post a Comment