Oct 24, 2013

Bapakku Yang Kalem Namun Tegas




“Kenapa kamu coret-coret dinding itu?” kata bapakku dengan berang
 “Sekarang lap sampai bersih ya. pakai mukamu saja” lanjut bapak dengan nada emosi tingkat tinggi.


Masih jelas diingatanku waktu itu aku masih kelas 1 SD kami pindah dan menempati rumah baru. Rumah setengah beton dengan berdinding papan. Papan asli tanpa di cat. Aku yang masih baru mengenal huruf pada waktu itu membawa potongan-potongan kapur tulis dari sekolah. Dan karena semangat yang sedang membara untuk menulis, maka aku menulis huruf-huruf dan angka-angka di dinding papan rumah baru kami. Alhasil, di sore hari ketika bapak dan ibuku pulang dari ladang, bapakku berang melihat karyaku di dinding papan itu. Dan betul saja, aku disuruh menghapus tulisan kapur putih itu dengan mukaku. Karena takut aku terpaksa melakukannya. Setelah itu aku merajuk tentunya. Tapi bapakku tidak bergeming. 

Di lain waktu, ketika sedang panen durian di kebun kami yang di sebelah rumah, adikku memanjat pohon durian itu dan mengambil buah yang kira-kira sudah setengah matang. Tak dinyana, tak disangka adikku yang perempuan nomor dua yang berada di bawah pohon durian ketimpa durian yang dipetik adik lak-lakiku yang di atas pohon. Sudah pasti cap kulit durian menempel di kepalanya dan sedikit memar berdarah. Untung saja pohonnya tidak terlalu tinggi. 

Adik laki-lakiku pasti akan mendapat hukuman dari bapak atas keteledorannya. Tidak tanggung-tanggung, sepulang bapak dari ladang mendapat laporan bahwa adik kami yang kecil ditimpa buah durian, bapak langsung berang kepada adik laki-lakiku. Bapak lalu mencari sarang semut lengkap dengan semutnya. Sarang semut ini tidak sulit mendapatkannya di sekitar rumah kami waktu itu. Lalu adikku yang laki-laki ini dibawa ke kebun di belakang rumah, disuruh buka baju, disuruh jongkok dan tidak boleh melawan. Bapakku mulai menaruh sarang semut diatas kepalanya sambil menggoyang-goyangkan sarang semut. Otomatis semut-semut merah itu keluar dari sarangnya dan mengerumuni badan adikku. Aksi itu baru berhenti kalau sudah nangis dan minta ampun.  Kejam ya? ya, begitulah beberapa cara bapakku memberi pelajaran kepada kami.

Dari balik wajahnya yang kalem, tapi bapak luar biasa tegas. Bapak juga tidak pernah diperbolehkan keluar malam kendati malam minggu. Mulai dari kami kecil sampai remaja. Jika teman-teman sebaya kami malam minggu suka berkumpul-kumpul dengan teman seumuran bermain gaplek atau sekedar ngobrol-ngobrol di bawah cahaya bulan, kami harus masuk rumah begitu matahari terbenam. Jika masih di luar rumah, tidak segan-segan bapak mengunci pintu dari dalam dan beliau masuk kamar dan tidak keluar lagi. Ibuku kadang membukakan pintu kadang juga dilarang sama bapak. Yang ada kami masuk rumah melompat dari jendela, atau menginap di rumah adik bapak yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumah kami.

Itu adalah sekelumit kenanganku waktu kecil. Tapi kendati begitu tegas bapak mendidik kami waktu kecil, kami bersyukur karena kami  anak – anaknya menjadi mandiri, bisa membawakan diri di perantauan dan tidak memalukan keluarga. Bahkan bapak boleh bangga di kampung karena anak-anaknya boleh dibilang sukses di perantauan :)

Bapak saat mengantarku ke pelaminan


Artikel ini disertakan dalam Semut Pelari Give Away Time, Kenangan paling berkesan dengan papa

4 comments:

Idah Ceris said...

Padahal kapur putih itu panas kalau dikulit ya, Mba.

Semoga menang ya, Mba. :)

Lidya Fitrian said...

selalu mempunyai kenangan manis bersama papa ya mbak

Pendar Bintang said...

Huaaa...
Serem sekali ya,....
Tapi semua memang punya tujuan ya...

intan rawit said...

bapak memang tegas biasanya ya mb tapi maksud dan niatnya pasti baik. Good luck ya mba untuk GAnya