Sudah sebulan kami pindah ke rumah yang baru. Sampai sekarangpun renovasi rumahnya masih
belum selesai seratus persen. Mungkin karena lagi bulan Ramadhan,
pegawai sudah duluan pulang kampung. Tukang yang bikinin pagar tangga
juga tutup.
Jadinya rapi-rapi belum maksimal. Barang-barang masih ada yang belum dibongkar. Selain itu debu juga lumayan tebal. Bersyukur sekarang lagi musim hujan. Jadi debu tidak terlalu dahsyat. Tapi ya tetap aja, kalau saya pulang kerja, begitu sampai rumah, injak lantai, berasa banget debu di lantai yang harus segera dibersihkan.
Mana sekarang kami belum dapat ART yang mumpuni, hiksss. Jadilah begitu sampai rumah, belum ganti baju saya langsung masuk dapur, siapin makan malam sesimple mungkin. Setelah itu suapi Bev makan malam. Lalu nyapu dan ngepel. Rasanya cukup melelahkan. Tapi mau bagaimana, tidak tega biarin begitu saja. Selain saya yang tidak betah, tidak baik juga untuk anak-anak. Selain Bev, ada juga Reno (2 tahun) sepupu Bebev yang suka dijagain oppungnya di rumah.
Kadang, setelah beberes, saya rasanya tepar banget. Mana Bebev juga jam tidurnya kayak kalong. Malam tidurnya larut, pagi bangunnya siangan bisa jam sembilan pagi. Sudah dipesanin sama oppungnya biar dibangunin lebih pagi, tapi tetap aja. Jadinya di malam harinya, saya sudah ngantuk banget, Bebev masih melek segar.
Kemarin - kemarin TV ada di dalam kamar tidur kami. Karena Bebev belum ngantuk jadinya dia minta nonton terus. Tentunya saya tidak izinkan. Disamping tidak baik untuk dia, saya juga tidak bisa tidur nyenyak kalau ada TV menyala. Walaupun di "mute" sekalipun. Tetap saja saya terganggu. Karena tidak dibolehin nonton, Bebev menangis. Sudah pasti oppung akan ngomong dari bawah, kenapa Bebev dinangis- nangisin. Mana ada juga dibuat nangis. Ya, lah anaknya mau nonton terus, ya tidak boleh. Drama nangis karena tidak boleh nonton ini berlangsung berturut-turut 3 malam. Puncaknya malam ke empat. Sebenarnya bukan karena rengekan Bebev untuk nonton. Tapi Bebev merengek mau gosok gigi ditemani oleh saya.
Sebelum saya tertidur, saya sudah pesanin ke papanya agar ditemani gosok gigi. Saya terbangun jam setengah sebelas malam, papanya lagi nonton Indonesia Lawyer. Saya ajak Bebev tidur.
M: kakak, bobo yuk. Udah gosok gigi kan?
B: belum, gosok gigi sama mama aja.
Mastiin ke papanya apa udah gosok gigi atau belum, jawabnya sudah.
M: kan, kakak udah gosok gigi sama papa.
B: nggak, mau sama mama aja (makin merengek)
M: (pusing), sambil kriyep-kriyep. Saya coba sabar, sambil terus ngajakin tidur. Bebevnya tetep aja keukeuh sumerekeh.
B: nggak ah, mau sama mama aja.
Karena kesal saya bangkit dari tempat tidur lalu keluar kamar sambil ngomel. "Berisikkkk" Paduan suara rengekan dan suarabang Ruhut di Indonesia Lawyer membuat emosi saya naik ke ubun-ubun. hehehehe...
Jadilah rengekan Bebev jadi nangis. Saya keluar dan tiduran di sofa ruang tengah. Bebev makin menjadi nangisnya. Dia kira saya turun ke bawah (lantai satu).
Bebev: pa, ayo ke bawah yok.
Papa: kakak sih . bla... bla... bla saya tidak jelas dengar.
Bebev: ayo pa, ke bawah yok. Sambil menangis iba. Hikssss kejam banget ya saya.
Papanya tidak sabar, malah ikutan membentak. Nangisnya makin menjadi. Deg..... Jantung saya berdebar. Tidak, Saya tidak rela, papanya ikutan ngebentak. Lalu saya kembali ke kamar. Papanya sudah matiin TV. Lalu tidur telungkup dan biarin Bebev nangis. Lalu saya peluk Bebevnya. Dia diam dan tenang. Saya lalu ajak tidur. Dia minta diusap-usap. Tidak lama kemudian dia tertidur. Saya merasa bersalah banget. Egois banget kami jadi orangtua. Iya memang betul kami capek seharian bekerja di kantor, menerjang macet. Tapi Bebev? Bebev juga bukanlah sudah capek menunggu seharian dirumah, ditinggal pagi dia masih tidur, begitu mama papanya ada di rumah, betapa dia senangnya berharap untuk ditemani bermain, malah yang dapat adalah bentakan. Hikssss.... sesungguhnya Bebev hanya ingin diperhatikan. Yah, anak ini anak yang saya sayangi harus menjadi korban keadaan. Buah hati yang diperjuangkan, memang dia masih kecil tapi dia punya perasaan.
Malam kelima, TV saya ungsikan ke ruang tengah. Saya memang tidak suka ada TV di kamar tidur. Memang TV baru ada di kamar tidur sejak kami pindah ke rumah ini. Sebelumnya TV selalu di ruang tengah. Sepulang kerja saya temani Bebev nonton CD kesukaannya Barbie Balet. Dia menirukan gerakan - gerakan Barbie menari. Giliran ada yang menari berpasangan, dia mengajak saya ikutan menari. Saya layani dan temani dia. Saya berusaha tenang walaupun saya capek sesungguhnya pengen tiduran saja. Setelah CDnya selesai diputar, Bebev minta diulang lagi, tapi saya tidak izinin. Saya ajak dia tidur. Bebev mulai menangis.
M: kakak, nontonnya udahan ya, sekarang waktunya tidur
B: nggak ah, nonton lagi. Mulai mewek...
M: kan udah selesai, besok lagi. Sekarang waktunya istirahat.
Bebev makin menangis.
M: kenapa kakak menangis?
B: karena mama marah. Jlebbb banget makkkk.... now, she has known kalau saya itu tidak setuju artinya marah. ya, marah sodara-sodara itulah kesimpulannya.
Akhirnya saya bujuk dia, dan mau untuk beranjak ke tempat tidur. Sebelumnya gosok gigi dulu. Di tempat tidur tidak langsung tidur. Tapi dia menagih untuk belajar dulu (read aloud). Dia membawa beberapa buku cerita. Saya bacakan satu, saya sudah makin ngantuk dan teler banget. Saya memang lagi flu dan batuk. Lalu saya menawarkan agar dia belajar sama papanya. Saya bilang, mama lagi sakit, kakak belajar sama papa aja ya. Dan dia setuju. Lalu membawa buku-buku ceritanya ke papanya yang lagi nonton di ruang tengah.
Bebev: Pa, belajar yukk.. Mama lagi sakit. Sayup- sayup saya mendengar pembicaraannya dengan papanya.
Memang biasanya urutan kebiasaannya malam hari itu nonton, gosok gigi, belajar (baca cerita keras-keras) baru tidur. Tapi kadang saya sudah terlalu lelah, jadi saya skip read aloudnya dan Bebev tidak setuju dan endingnya sudah pasti dia nangis. Goshhh... memang jadi orangtua itu diperlukan sekarung kesabaran. hikssss..
Postingan ini saya buat untuk mengikuti jejak mba Ellen dalam program Tantangan 365 Hari Tanpa Bentakan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Jadinya rapi-rapi belum maksimal. Barang-barang masih ada yang belum dibongkar. Selain itu debu juga lumayan tebal. Bersyukur sekarang lagi musim hujan. Jadi debu tidak terlalu dahsyat. Tapi ya tetap aja, kalau saya pulang kerja, begitu sampai rumah, injak lantai, berasa banget debu di lantai yang harus segera dibersihkan.
Mana sekarang kami belum dapat ART yang mumpuni, hiksss. Jadilah begitu sampai rumah, belum ganti baju saya langsung masuk dapur, siapin makan malam sesimple mungkin. Setelah itu suapi Bev makan malam. Lalu nyapu dan ngepel. Rasanya cukup melelahkan. Tapi mau bagaimana, tidak tega biarin begitu saja. Selain saya yang tidak betah, tidak baik juga untuk anak-anak. Selain Bev, ada juga Reno (2 tahun) sepupu Bebev yang suka dijagain oppungnya di rumah.
Kadang, setelah beberes, saya rasanya tepar banget. Mana Bebev juga jam tidurnya kayak kalong. Malam tidurnya larut, pagi bangunnya siangan bisa jam sembilan pagi. Sudah dipesanin sama oppungnya biar dibangunin lebih pagi, tapi tetap aja. Jadinya di malam harinya, saya sudah ngantuk banget, Bebev masih melek segar.
Kemarin - kemarin TV ada di dalam kamar tidur kami. Karena Bebev belum ngantuk jadinya dia minta nonton terus. Tentunya saya tidak izinkan. Disamping tidak baik untuk dia, saya juga tidak bisa tidur nyenyak kalau ada TV menyala. Walaupun di "mute" sekalipun. Tetap saja saya terganggu. Karena tidak dibolehin nonton, Bebev menangis. Sudah pasti oppung akan ngomong dari bawah, kenapa Bebev dinangis- nangisin. Mana ada juga dibuat nangis. Ya, lah anaknya mau nonton terus, ya tidak boleh. Drama nangis karena tidak boleh nonton ini berlangsung berturut-turut 3 malam. Puncaknya malam ke empat. Sebenarnya bukan karena rengekan Bebev untuk nonton. Tapi Bebev merengek mau gosok gigi ditemani oleh saya.
Sebelum saya tertidur, saya sudah pesanin ke papanya agar ditemani gosok gigi. Saya terbangun jam setengah sebelas malam, papanya lagi nonton Indonesia Lawyer. Saya ajak Bebev tidur.
M: kakak, bobo yuk. Udah gosok gigi kan?
B: belum, gosok gigi sama mama aja.
Mastiin ke papanya apa udah gosok gigi atau belum, jawabnya sudah.
M: kan, kakak udah gosok gigi sama papa.
B: nggak, mau sama mama aja (makin merengek)
M: (pusing), sambil kriyep-kriyep. Saya coba sabar, sambil terus ngajakin tidur. Bebevnya tetep aja keukeuh sumerekeh.
B: nggak ah, mau sama mama aja.
Karena kesal saya bangkit dari tempat tidur lalu keluar kamar sambil ngomel. "Berisikkkk" Paduan suara rengekan dan suara
Jadilah rengekan Bebev jadi nangis. Saya keluar dan tiduran di sofa ruang tengah. Bebev makin menjadi nangisnya. Dia kira saya turun ke bawah (lantai satu).
Bebev: pa, ayo ke bawah yok.
Papa: kakak sih . bla... bla... bla saya tidak jelas dengar.
Bebev: ayo pa, ke bawah yok. Sambil menangis iba. Hikssss kejam banget ya saya.
Papanya tidak sabar, malah ikutan membentak. Nangisnya makin menjadi. Deg..... Jantung saya berdebar. Tidak, Saya tidak rela, papanya ikutan ngebentak. Lalu saya kembali ke kamar. Papanya sudah matiin TV. Lalu tidur telungkup dan biarin Bebev nangis. Lalu saya peluk Bebevnya. Dia diam dan tenang. Saya lalu ajak tidur. Dia minta diusap-usap. Tidak lama kemudian dia tertidur. Saya merasa bersalah banget. Egois banget kami jadi orangtua. Iya memang betul kami capek seharian bekerja di kantor, menerjang macet. Tapi Bebev? Bebev juga bukanlah sudah capek menunggu seharian dirumah, ditinggal pagi dia masih tidur, begitu mama papanya ada di rumah, betapa dia senangnya berharap untuk ditemani bermain, malah yang dapat adalah bentakan. Hikssss.... sesungguhnya Bebev hanya ingin diperhatikan. Yah, anak ini anak yang saya sayangi harus menjadi korban keadaan. Buah hati yang diperjuangkan, memang dia masih kecil tapi dia punya perasaan.
Malam kelima, TV saya ungsikan ke ruang tengah. Saya memang tidak suka ada TV di kamar tidur. Memang TV baru ada di kamar tidur sejak kami pindah ke rumah ini. Sebelumnya TV selalu di ruang tengah. Sepulang kerja saya temani Bebev nonton CD kesukaannya Barbie Balet. Dia menirukan gerakan - gerakan Barbie menari. Giliran ada yang menari berpasangan, dia mengajak saya ikutan menari. Saya layani dan temani dia. Saya berusaha tenang walaupun saya capek sesungguhnya pengen tiduran saja. Setelah CDnya selesai diputar, Bebev minta diulang lagi, tapi saya tidak izinin. Saya ajak dia tidur. Bebev mulai menangis.
M: kakak, nontonnya udahan ya, sekarang waktunya tidur
B: nggak ah, nonton lagi. Mulai mewek...
M: kan udah selesai, besok lagi. Sekarang waktunya istirahat.
Bebev makin menangis.
M: kenapa kakak menangis?
B: karena mama marah. Jlebbb banget makkkk.... now, she has known kalau saya itu tidak setuju artinya marah. ya, marah sodara-sodara itulah kesimpulannya.
Akhirnya saya bujuk dia, dan mau untuk beranjak ke tempat tidur. Sebelumnya gosok gigi dulu. Di tempat tidur tidak langsung tidur. Tapi dia menagih untuk belajar dulu (read aloud). Dia membawa beberapa buku cerita. Saya bacakan satu, saya sudah makin ngantuk dan teler banget. Saya memang lagi flu dan batuk. Lalu saya menawarkan agar dia belajar sama papanya. Saya bilang, mama lagi sakit, kakak belajar sama papa aja ya. Dan dia setuju. Lalu membawa buku-buku ceritanya ke papanya yang lagi nonton di ruang tengah.
Bebev: Pa, belajar yukk.. Mama lagi sakit. Sayup- sayup saya mendengar pembicaraannya dengan papanya.
Memang biasanya urutan kebiasaannya malam hari itu nonton, gosok gigi, belajar (baca cerita keras-keras) baru tidur. Tapi kadang saya sudah terlalu lelah, jadi saya skip read aloudnya dan Bebev tidak setuju dan endingnya sudah pasti dia nangis. Goshhh... memang jadi orangtua itu diperlukan sekarung kesabaran. hikssss..
Postingan ini saya buat untuk mengikuti jejak mba Ellen dalam program Tantangan 365 Hari Tanpa Bentakan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®